Oleh-oleh Untuk Alam Gaib
Manusia Bali Hindu benar-benar unik kalau tak mau dikatakan aneh. Banyak hal yang dilakukan oleh manusia Hindu Bali di luar nalar manusia. Banyak hal yang di luar logika menjadi kebiasaan manusia Bali Hindu. Hanya manusia Bali yang bisa merasakan, hanya manusia Bali yang bisa mebahasakan semua prilaku tersebut. Bagi orang awam itu di luar nalar, namun bagi manusia Hindu Bali tersebut adalah nyata dan logis. Sebagai contoh, mansuia Bali Hindu akan senantiasa menghaturkan puspa/canang kehadapan Dewa-Dewi untuk memohon anugrah. Tak cukup sampai di sana, manusia Bali juga menghaturkan segehan sebagai persembahan kehadapan para kala yang menguasai ruang dan waktu, sehingga terjadi keharmonisan hidup manusia. Tak cukup juga sampai di sana selain canang, segehan, manusia Bali sudah terbiasa menghaturkan rarapan.
Rarapan yang dihaturkan manusia Bali itu biasanya berupa rokok kretek (mungkin untuk lebih murah), ketela rebus, ubi, jagung, laklak tape, jaja injin dan sebaginya. Dan karena perkembangan saat ini, rarapan yang dihaturkan tersebut bisa bermacam-macam seperti manisan-manisan (permen), snak-snak pabrikan, dan sebagainya. Pokoknya apa saja yang bisa dikonsumsi oleh manusia, itulah yang dijadikan sebagai rarapan.
Rarapan ini dihaturkan oleh manusia Bali di tempat-tempat yang diyakini atau dirasakan tenget ada penunggu gaibnya. Bisa di perempatan, di pinggir jalan, di jaba pura, di areal bekerja, di pohon-pohon besar yang ada penunggunya, di jembatan yang sering dilalui, dll. Rarapan itu bisa dihaturkan setiap hari, atau ketika seseorang berkunjung atau kebetulan lewat di tempat yang diyakni ada penghuni gaibnya. Termasuk juga di rumah, manusia Bali menghaturkannya di pelinggih penunggun karang.
Jadi dengan demikian rarapan tersebut berupa makanan, minuman atau segala yang dikonsumsi manusia. Rarapan diibaratakan sebagai gagapan (oleh-oleh) untuk mereka-mereka mahluk gaib yang menunggu kawasan atau suatu tempat, dengan harapan si penunggu gaib tersebut menjadi senang, somia (tenang) dan kiranya dapat membantu aktivitas manusia dari alam niskala. Artiya di sini manusia Bali telah melakukan komunikasi, telah melakukan kerjasama, telah menjalin keharmonisan dalam menjaga alam, dalam menjalankan kehidupan di dunia ini, walaupun satu sama lain tak saling melihat atau tak bisa melakukan kontak langsung. Paling tidak keyakinan dan hati nurani manusi Bali telah menghubungkannya dengan mahluk alam niskala.
Dengn rarapan ini manusia Bali telah memelihara keharmonisan alam sekala dan niskala yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Seperti para pedagang sebelum memulai usahanya, selalu menghaturkan rarapan apakah di sekitar dagangan bekerja atau di pura melanting. Bahkan ada yang menyajikan aturan rarapan tersaji dengan haturan untuk betara, sehingga bentknya seperti gebogan. Itu dihaturkan setiap hari. Hal semacam ini banyak kita lihat di pasar-pasar senggol di Bali. Tujuannya adalah permohonan kedapan Ida Betari melanting agar usaha dagangnya menguntungkan, sekaligus agar para ancangan (asisten/pengawal) belaiu dapat membantu dalam berusaha, atau paling tidak ancangan beliau tak mengganggu, namun membantu.
Jangankan para pedagang di pasar yang sudah disediakan pura Melanting. Pedagang sepeda motor yang mangkal di pinggir jalan setiap hari juga menyediakan sebuah plangiran di tempatnya mangkal sebagai tempat menghaturkan canang untuk pengayatan kehadapan Dewa Dewi memohon keselamatan, dan menghaturkan rarapan sebagai tanda komunikasi dan hubungan harmonis dengan mahluk gaib yang ada di sekitarnya, dengan harapn mereka akan dapat bekerja dengan nyaman, aman , lancar dan menguntungkan.
Perhatikan pula banyak orang yang datang dari pasar atau habis berjualan di pasar selalu menghaturkan rarapan di temopat tertentu. Hal ini dilakukan karena mengetahui tempat tersebut angker, atau karean yang bersangkutan pernah mengalami suatu hal yang bersihfat gaib di sana, atau seseorang tersebut mesesangi di tempat itu, atau hanya sekedar sebagai oleh-oleh sebagai ungkapan rasa syukur, sebagai ungkapan bagi-bagi rejeki dengan mahluk lain, dengan harapan selalu diberikan ketenangan dalam berusaha bahkan agar dibantu.
Perhatikan pula tempat mangkal ojek, semuanya ada plangkiran sebagai tempat yang sama dengan yang dilakukan oleh pedagang sepeda motor tadi. Artinya semua manusia Bali Hindu dalam kesehariannya, dalam bekerja dan dalam menjalankan kehidupan ini senantiasa untuk berdoa memohon kehadapan Ida Sanghyang Widhi, kehadapan Dewa Dewi dan Betara Betar, kepada Leluhur agar diberikan kekuatan dan kesejahteraan. Demikain juga selalu menjalin hubungan yang harmonis dengan para penguasa dan penghuni alam gaib sebagai upaya untuk menyelaraskan kehidupan di dunia, dengan harapan akifitas yang dilakukan manusia tak menganggu mereka, demikian juga mereka tak megganggu aktivitas manusia. Bahkan sebaliknya manusia berharap saling menguntungkan, saling membantu, saling memberi utnuk mencapai kedamaian.
Mahluk alam gaib yang berada di suatu tempat yang diberi “oleh-oleh” oleh manusia bisa berupa wong samar, tonye, banaspati, ancangan betara, dll. Termasuk juga atma kesasar yang gentayangan. Dengan rarapan tersebut, manusia berharap semuanya menjadi tenang dan menemukan kedamaian.
Perilaku manusia Bali yang iklas ini seringkali dipandang miring oleh manusia dari golongan lain, yang mengatakan bahwa manusia Bali penyembah berhala, manusia Bali pemuja setan, manusia Bali melakukan kontrak usaha (kontrak ekonomi), kontrak politik dengan mahluk halus. Namun apapun kata mereka, manusia Bali harus tetap menjalankan keyakinan seperti apa adanya sesuia dengan apa yang diwariskan oleh leluhur Bali. Bali metaksu karena manusia Bali Hindu sendiri, bukan karena mereka yang bersuara miring. Manusia Bali dibilang aneh….., tak apalah. Namun lebih aneh lagi mereka yang tak mengerti dengan kehidupan manusia Bali. Jadi….. Sing perlu ngerunguang cicing ngongkong di jalanan (tak perlu dihiraukan)…haa…ha..(Taksu/nd)
0 komentar:
Posting Komentar