Dikisahkan Betara yang memerintah di Negeri Medang Kemulan mempunyai seorang putra bernama Ratu Pingit yang sangat disayangi, memerintah di pulau Bali dan bersemayam di Gunung Sari. Pada saat itu manusia masih belum memilki ilmu pengetahuan. Masyarakat belum bisa bercocok tanam, belum bisa membuat anyam-anyaman, alat rumah tangga, apalagi membangun rumah. Oleh karena itu Ida Betara di Medang Kemulan melakukan yoga semadi siang dan malam memohon kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa agar masyarakat bebas dari kebodohan.
Atas permohonan tersebut, maka Hyang Pasupati mengabulkan permintaan tersebut. Kemudian betara betari turun ke dunia untuk mengajar umat manusia. Betara Brahma turun ke dunia mengajarkan manusia untuk membuat perabotan rumah tangga, yang bahannya dari besi dan logam. Seperti membuat keris, membuat pisau, cangkul, pahat, dll.
Betara Iswara turun ke dunia mengajarkan masyarakat tentang ilmu pengetahuan, tentang ajaran agama, serta ajaran untuk menata kehiduan dalam masyarakat.
Dewa Wisnu turun mengajarkan manusia tentang hal-hal yang menyangkut kemakmuran hidup di dunia.
Dewa Mahadewa mengajarkan umat manusia tentang bagaimana caranya berpakaian
Dewi Sri mengajarkan manusia yang perempuan agar bisa mengayam, menenun, membuat kain, membuat baju, dan memasak.
Dewi Uma memberikan manusia bibit padi sebanyak empat macam yakni bibit padi merah, hitam, kuning, putih. Serta mengajarkan manusia di Medang Kemulan bagimana caranya bercocok tanam.
Setelah masyarakat Medang kemulan memilki poengetahuna tentang kehiduoan di dunia, maka pra Dewa kembali kekayangan. Setelah masyarakat Medang Kemulan mendapatkan pendidikan dan menjadi pintar, maka tentram dan makmurlah negeri Medang Kemulan. Lalu Beliau yang memerintah di Medang Kemulan menjadi teringat dengan putra beliau yang ada di Bali. Beliau juga menginginkan masayarakat di Bali menjadi pintar-pintar. Untuk itu beliau memerintahkan kepada tiga orang rakyatnya untuk pergi ke Bali yakni Paman Punta, Paman Jerodeh, dan I Sentul. Beliau bersabda “wahai engkau bertiga, pergilah ke Bali menghadap putraku, dan bawalah ketiga bumbung ini. Jangan sekali-kali membuka bumbung ini di perjalanan. Sesudah sampai di Bali, berikan bumbung ini kepada putraku”
Tak panjang diceritakan, ketiga orang tersebut berangkat ke Bali melalui laut menyeberangi Segara Rupek. Dalam menyeberangi Segara Rupek, tiba-tiba terjadi gelombang laut yang besar dan angin kencang yang menyebabkan perahu mereka menjadi terombang-ambing. Dalam keadaan demikian Dewa Siwa kemudian memerintahkan kepada Dewa Wisnu untuk menyelamatkan mereka.
Dewa Wisnu kemudian turun ke dunia, menyelamatkan ketiga utusan tersebut dalam wujud ikan besar lalu menggiring mereka bertiga ke pantai dengan selamat. Setelah itu ikan yang sangat besar tersebut lenyap seketika dan kembali ke kayangan.
Setelah menyeberangi segara rupek, kini perjalanan dilanjutkan menuju Gunung Sari melewati hutan Jembrana. Waktu itu sudah siang, mereka berteduh di bawah pohon yang besar di hutan Jembrana. Karena kelelahan, mereka kemudian beristirahat sejenak. Karena sejuk, dan lelah, maka mereka tertidur yakni paman Jerodeh dan Paman Punta sambil memegang bumbung yang dibawa. Sedangakan I Sentul ketika itu tak tidur. Karena sendrian tak tidur, lalu ada keinginan dari I Sentul untuk mengetahui isi dari bumbung yang ia bawa. Padahal ia ingat pesan Betara di Medang Kemulan untuk tak membuka bumbung tersebut di perjalanan. Tetapi karena rasa ingin tahunya sangat keras, maka ia secara diam-daim mebuka bumbung tersebut. Ia mencari tempat yang agak tersebunyi untuk membuka bumbung tersebut agar tak diketahui oleh Paman Punta dan Paman Jerodeh. Lalu dibukanya bumbung itu dan dituangkan isinya. ternyata yang keluar adalah air yang tak henti-hentinya. Konon air inilah yang kemudian mengalir sungai yang ada di Jembrana sampai sekarang.
Melihat keadaan ini I Sentul menjadi bingung dan segera menutup kembali bumbung tersebut. Namun isinya masih tinggal sedikit sekali. Ia kembali ke tempat Paman Punta dan Paman Jerodeh. I Sentul tak menceritakan apa yang ia lakukan sebelumnya.
Kini diceritakan mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan melewati hutan belantara yang dipenuhi binatang buas. Setelah sekian lama perjalanan, mereka kelelahan dan kembali mencari tempat yang rindang di bawah pohon. Di sana lalu Paman Punta dan I Sentu tertidur lelap. Dalam kesepian itu, Paman Jerodeh muncul keininannya untuk mengetahui apa sebenarnya isi dari bumbung yang ia bawa. Maka ia kemudian melakukannya persis seperti apa yang dilakukan oleh I Sentul. Ia membuka penutup bumbung tersebut, dan alangkah terkejutnya paman Jerodeh ketika melihat banyak kerbau jantan dan betina besar-besar keluar beriringan dari dalam bumbung itu. Hal inilah yang konon menyebabkan di daerah Jembrana dan sekitarnya banyak terdapat kerbau.
Ia kemudian kembali ke tempat Paman Punta dan I Sentul tidur, tanpa bercerita apapun. Keesokan harinya ketiga orang tersebut kembali melanjutkan perjalanan ke Gunung Sari untuk menghadap Betara Ratu Pingit. Tak lama diceritakan dalam perjalanan, maka sampailah beliau di Gunung Sari menghadap Ida Betara Ratu Pingit. Ketiganya berhatur sembah dan berkata “Ampun paduka Betara, hamba menghadap paduka tuanku mengemban titah ayahnda Betara di Medang Kemulan untuk menyerahkan ketiga bumbung ini”.
Ketiga bumbung itu lalu diserahkan dan diterima oleh Betara Ratu Pingit. Bumbung yang dibawa oleh Paman Punta dibuka pertama kali. Ketika dituangkan, isinya adalah empat macam bibit padi. Kemudian bumbung yang dibawa oleh I Sentul dibuka, lalu keluar air sedikit. Sebab sebagian besar airnya sudah dituangkan di alas Jembrana ketika dalam perjalanan. Air yang sedikit tersebut kemudian mengalir menjadi sungai yang disebut banyu buah yang sekarang mengalir di sebelah timur Desa Bulian. Air inilah yang mengalir di bagian sisi selatan sehingga disebut dengan Uma Buahan (persawahan Buahan).
Terakhir, tibalah saatnya Betara Ratu Pingit membuka bumbung yang ketiga yang dibawa oleh Paman Jerodeh. Dari bumbung tersebut kemudian keluar sepasang kerbau. Hal inilah yang kemudian menyebabkan di daerah Gunung Sari tak banyak terdapat kerbau.
Demikian kisah perjalanan ketiga utusan dari Medang Kemulan mengemban titah Ida Betara Medang Kemulan menghadap Betara Ratu Pingit di Gunung Sari, pulau Bali.
Cerita ini adalah cerita rakyat yang disampaikan secara lisan turun temurun di daerah Bali utara bagian timur, terutama di daerah Bulian yang ada kaitannya dengan Betara Ratu Pingit. (reppro Taksu)
0 komentar:
Posting Komentar