Rabu, 04 April 2012

Sangat banyak pantangan sebagai sebuah kearifan lokal yang diwariskan para tetua kepada anak-anak Bali. Ambil saja contoh tidak boleh menduduki bantal, tak boleh menaruh sapu lidi dalam keadaan berdiri, tak boleh keramas pada hari kajeng kliwon, tak boleh makan dalam posisi berdiri, tak boleh duduk di bagian pojok dipan, tak boleh menyapu pada malam hari, tak boleh membeli jarum malam hari, dan banyak lagi. Semua pantangan itu sejatinya memiliki pesan dan makna tersirat yang tak bisa disampaikan secara terbuka oleh tetua. Dan cenderung semua itu dimitoskan, dengan harapan untuk lebih memberikan nilai keyakinan serta wibawa terhadap petuah tersebut. Entah itu mitosnya magis, dll. Yang jelas, semua itu dipercaya secara turun temurun sampai sekarang. Walaupun saat sekarang dengan kecerdasan berpikir para generasi muda, sekaligus bisa menganalisa maksud yang tersirat di dalamnya. Namun tetap saja semua itu menjadi misteri dan sampai sekarang masih dianggap sebagai petuah dan anjuran yang bernilai magis, serta memiliki kekuatan untuk menggerakan manusia untuk mematuhinya. Artinya bahwa dengan dimitoiskan demikian, semua larangan tersebut seolah memiliki taksu, yang kemudia bisa ditaati sampai sekarang. Walaupun ada beberapa dari mereka yang melanggarnya.
Salah satu dari larangan yang belum disebutkan di atas adalah tentang larangan mekutu pada malam hari. Apa makna dari larangan ini?
Jaman dahulu yang belum ada penerangan memadai, maka larangan ini sangat masuk akal. Sebab pada malam hari tak mungkin akan mencari kutu, sebab tak akan kelihatan. Kutu yang kecil dan berada di rimbunan helaian rambut tak akan mungkin dapat dilihat pada malam hari dengan penerangan lampu minyak. Artinya bahwa mencari kutu pada malam hari pada jaman dahulu sangatlah mubasir. Namun bagaimana dengan jaman sekarang? Dengan kemajuan jaman serta dengan sistem kelistrikan yang sudah memadai, memungkinkan manusia untuk mencari kutu pada malam hari. Dengan penerangan yang cukup, kutu akan dapat dilacak dan dilihat di rimbunan rambut pada malam hari. Namun mengapa manusia tak mau mencari kutu pada malahm hari, walaupun sejatinya bisa dengan menggunakan lampu yang memadai.
Nah di sinilah kehebatan dari petuah leluhur. Artinya secara logika dan akal sehat mungkin bisa diilmiahkan, namun ada alasan-alasan non ilmiah yang mungkinn tersirat di dalamnya. Apa kira-kira?
Penulis mencoba menyerap apa yang dikatakan oleh masyarakat terhadap seseorang yang mekutu malam hari. Ternyata benar, ada alasan non teknis kenapa manusia tak mau mekutu malam hari.  Beberapa dari mereka mengatakan adalah alasan magis yang menyertai sikap mekutu malam hari. Analisa non ilmiahnya begini:
Ketika mekutu, seseorang pastilah akan mengurai rambutnya yang panjang kemudian ditelisik untuk dicari kutunya. Dalam keadaan demikian, disamakan atau dianalogikan dengan manusia yang sedang melajah atau belajar ngeleak, dengan posisi rambut megambahan atau terurai. Hal ini akan menjadi suatu hal yang mengundang perasaan apabila mengurai rambut dilakukan pada malam hari apalagi menjelang-menjelang rerahinan. Jadi dengan menyaksikan orang mekutu pada malam hari, maka asosiasi masyarakat bahwa yang bersangkutan bisa ngeleak.
Lebih lanjut ada yang menjelaskan bahwa mekutu pada malam hari adalah sesuatu yang aneh. Sebab kebanyakan orang mekutu pada siang hari dengan harapan lebih terang dan lebih gampang untuk mencari kutunya. Kenapa orang mekutu malam hari?. Apalagi melakukannya dengan sering dan lebih senang pada malam hari. Di sini sepertinya pada orang  tersebut terdapat sebuah naluri tertentu yang tak dimiliki oleh orang kebanyakan. Naluri apakah itu? Bisa jadi naluri itu adalah naluri bojog atau monyet yang setiap saat berkumpul dengan keluarganya selalu mencari kutu. Jangan-jangan… mereka yang suka mencari kutu sedang dihinggapi oleh naluri bojog. Naluri itu bisa didapat dari pelajaran atau tingkatan pelajaran ngeleak yang masih pada tingkat bojog, sehingga sabuknya yang hidup akan senantiasa memancarkan aura serta keinginan untuk meniru sifat bojog itu sendiri, salah satunya adalah mekutu.
Nah atas alasan tersebut di atas maka para tetua menyarankan untuk tak mekutu malam hari. Agar tak disangka bisa ngeleak. Dan tetua pun tak pernah sampai sekarang menjelaskan apa maksud dari pernyatan tersebut. Artinya tak perlu banyak bertanya, laksanakan saja. Dengan mengikuti hal tersebut maka di sana akan ada kebaikan dan kemulyaan, dan ketika melanggar maka di sana akan ada cemohan, akan ada celaka, dan sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!
[google5b9daa06de110b1c.html]